Menggugat Supersemar

Menggugat Supersemar

Oleh Taufiqurrahman SN
Misteri tentang naskah surat perintah sebelas maret 1966 (Supersemar) sampai sekarang belum mampu terkuak. Kerahasian arsip penting tersebut sangat rapi, hingga detik ini masih kontrofersi antara hitam dan putih, antara kebenaran dan kebohongan.  Saksi kunci sejarah terkait hal ini memilih bungkam. Apakah karena arsip-arsip sejarah sengaja dilenyapkan atau dimanipulasi demi kepentingan politik sang penguasa atau memang belum mempunyai data yang lengkap. Atau secara implisit kerahasiaan surat agung itu dianggap “sakral”. Bahkan kesakralan itu sampai meracuni kejujuran moral bangsa ini.  
Pertanyaan besar tersebut selalu menghantui bangsa ini. Seolah-olah ada tabir tebal yang membatasinya. Setelah ditinggalkan Soeharto dari muka bumi ini, pengusutan arsip agung tersebut juga ikut termakan bumi. Bahkan, saksi mata seperti Jendral Amirmachmud yang mendapatkan mandat untuk membawa dan menjaga supersemar, angkat tangan ketika menyinggung hal ini, ditambah lagi Jendral Basuki Rahmat dan Saksi terakhir M Jusuf yang meninggal pada 8 September 2004 lalu. Hal ini menjadikan keabsahan Supersemar semakin sulit diungkap.
Munculnya Supersemar
Antara Soekarno dan Seoharto sejak lama terdapat perbedaan ideologi ihwal pergolakan antara PKI dan bangsa Indonesia. Menurut Soeharto pergolakan rakyat tidak akan reda sebelum rasa keadilan rakyat dipenuhi dan ketakutan rakyat disingkirkan dengan jalan membumihanguskan PKI. Sebaliknya, Soekarno berpendapat lain, ia tidak mungkin membubarkan PKI karena bertententangan dengan kesepakatan Nasakom yang telah dicanangkan diseluruh dunia.
Berawal dari hal itu, strategi politik Soeharto mulai masuk.  Soeharto membujuk Soekarno, yang saat itu berada di bogor agar memberikan legitimasi pengamanan dan stabilitas bangsa. Akhirnya, setelah ada kesepakatan, Presiden menandatangi surat perintah tersebut. Surat perintah itu kemudian terkenal dengan nama Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar. Tangga11 maret 1966 itulah sebagai titik awal munculnya rezim Orde Baru.
Otoritas pertama yang dilakukan  Soeharto keesokan hari atas legalitas Supersemar yang sudah ada ditangannya adalah membubarkan dan melarang PKI beserta organisasi masanya. Apa yang selama ini menjadi kebijakan Soeharto ternyata mendapat dukungan dari Rakyat. Sebab penuntasan PKI di bumi Indonesia merupakan salah satu wujud terlaksananya Tritiura.
Kedua, berdasarkan legitimasi Supersemar kemudian  dikeluarkannya keputusan presiden no.05 tanggal 18 maret 1966 tentang penahanan 15 orang menteri yang dinilai terlibat dalam pemberontakan G-30-S/PKI sebagai wujud i’tikad baik penumpasan PKI. Salah satu 15 menteri tersebuit adalah Dr. Chairul Saleh dan Mayjen Ahmadi.
Konstruk pemikiran yang digagas Soeharto ini, telah mendarah daging dimasyarakat luas. Sehingga masyarakat waktu itu, mengklaim bahwa PKI adalah musuh Negara. Oleh karena itu, pelurusan sejarah merupakan keniscayaan, agar mindset bangsa ini tidak terkungkung dalam rekayasa sejarah.
Pentingnya sebuah arsip
Karena arsip ini memiliki ‘nilai emas’ yang vital dalam sejarah pemerintahan Indonesia khususnya Orde Baru. Sebab surat itu terdapat ketetapan MPR NO.IX/MPRS/1966 yang memberi kewengangan “tidak terbatas” terhadap Mayor Jendral Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu pada situasi krisis saat peralihan kekuasaan pasca Gerakan  30 September.
Gerakan 30 September dan Supersemar merupakan salah satu dari sekian sejarah Indonesia yang masih gelap. Mengapa surat sekelas supersemar yang seharusnya merupakan arsip penting pemerintahan tidak pernah diketemukan? Ada apa sebenarnya dibalik Supersemar tersebut?. Adakah yang ditutupi atau dirahasiakan dalam isi surat itu?. Kalau memang tidak ada, lantas mengapa sampai saat ini keberadaan Supersemar masih misterius?.

Begitu banyak  pertanyaan yang timbul akibat dari ketidakjelasan akan keberadaan Supersemar dan kondisi tersebut sampai saat ini masih saja berlangsung.  Sebagaimana kita tahu bahwa tujuan dikeluarkannya Supersemar adalah untuk menstabilkan keadaan negara ketika terjadi Gerakan 30 September yang dimotori oleh PKI. Tentunya bagi si penerima kekuasaan menganggap bahwa Supersemar memang perintah dari Presiden Soekarno selaku pemimpin tertinggi revolusi kepada Soeharto sebagai Menpangad untuk mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu  untuk  menstabilisasi situasi sosial politik kala itu.

Dari ketidakjelasan sejarah diatas menimbulkan banyak catatan sejarah bangsa ini yang dibelokkan dan tidak lagi jujur, masyarakat sudah kadung menganggapnya sebagai suatu kebenaran, generasi pasca revolusi adalah generasi yang tumbuh tanpa landasan sejarah pasti. Generasi itu adalah generasi yang meraba-raba mencari kebenaran di tengah kegelapan sejarah bangsanya sendiri. 

Kita baru merasakan betapa pentingnya sebuah arsip dalam kehidupan ini. Budaya pengarsipan di negeri ini masih dikesampingkan. Padahal kebenaran sejarah berada pada ke-otentik-an penulisan dan data-data sejarah itu sendiri. Sehingga, momentum peringatan Supersemar ini kita jadikan sebagai bahan evaluasi bahwa arsip adalah suatu keniscayaan dikemudian hari.

Penulis adalah Mahasiswa UIN SUnan Kalijaga

Subscribe your email address now to get the latest articles from us

 
Copyright © 2015. Taufiqurrahman SN.
Design by The Begundal.