Menuju Negara Merdeka


Oleh Taufiqurrahman SN
 Seiring dengan berputarnya waktu, tidak terasa kita telah memasuki hari kemerdekaan yang ke-65. Perjuangan dan semangat nasionalisme bangsa yang berhasil merebut Indonesia dari tangan penjajah merupakan amal terbaik yang di torehkan anak bangsa. Semangat perjuangan yang telah tertata rapi dalam benak hati bangsa itu harus selalu dikorbankan untuk melawan penjajah yang masih saja melingkupi negara ini yakni kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan dan keterpurukan.
Berbeda jika kita menengok Negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura Thailand dan Vietnam, meskipun umur kemerdekaan mereka masih terbilang muda, tetapi perubahan secara universal disegala bidang, baik teknologi, pendidikan maupun ekonomi terlihat begitu progesif dan maju. Inilah sebuah ironisasi yang harus kita refleksikan bersama. Apa kata para faunding fathers kita, ketika melihat ironisasi bangsa yang dulu diperjuangkan dengan mengorbankan harta dan nyawa.
Diusia Negara yang dapat dibilang tua ini, pembangunan fisik maupun moral pun terlihat begitu kontras dengan fenomena sekarang. Lihat saja, Jakarta, sebagai Ibu Kota Negara, pembangunan fisik seharusnya lebih baik dari daerah lainnya, tetapi kenyataannya Jakarta malah menjadi kota yang panas, macet, padat dan tentunya membuat orang stress. Apalagi moralitas kehidupannya, jelas akan terlihat begitu jauh dari moral bangsa timur. Penjajahan Barat lewat kemajuan teknologi dan informatika membuat arus globalisasi terbuka lebar. Sehingga budaya kita semakin hari semakin luntur dan tergantikan budaya barat yang begitu terbuka (liberal).
Padahal harapan faunding fathers kita, pasca kemerdekaan adalah membangun bangsa atas dasar UUD 45 dan pancasila sebagai pedoman (ideologi) Negara. Jika dua dasar pembangunan ini diterapkan dengan sungguh-sungguh, maka pembangunan fisik- maupun moral bangsa akan tertata secara disiplin dan pada akhirnya kita dapat mengimbangi kemajuan di Negara-negara tetangga.
Merebut kemerdekaan seperti membuat jalan baru menuju kesejahteraan bangsa. Melalui political independence yang tak lain adalah jembatan emas kata Bung Karno. Sedangkan, lanjut Bung Karno dalam membangun jembatan emas dibutuhkan jiwa nasionalisme kebangsaan yang kuat agar tercapai cita-cita bangsa. Karena, Ketika Proklamasi dibacakan, lagu Indonesia Raya dinyayikan dan Bendera Merah Putih dikibarkan itu bukan akhir dari sebuah perjuangan. Namun sebaliknya, malah merupakan babak awal dari sebuah revolusi dan tantangan. Jika sebagian banyak bangsa mengatakan bahwa kolonial sudah pergi dari halaman Indonesia, Maka  yang akan terjadi adalah “kacau balau” meminjam istilah dari Sapardi Djoko Damono dalam salah satu bait puisinya.
Perjuangan bangsa untuk membebaskan kemelut penjajah yang berupa kemiskinan, degradisi moral dan ketidakadilan masih jauh panggang dari api. Untuk merealisasikan amanat pejuang kita-seperti Bung Karno, Bung Hatta, Pangeran Dipeonegoro, Ki Hajar Dewantoro dan Lainnya-bangsa ini harus bekerja keras, jangan merasa puas atau bernostalgia dengan kemerdekaan yang berhasil kita rebut pada tanggal 17 Agustus 1945 silam.
Oleh karena itu, langkah pokok yang perlu dilakukan dalam menyemai semangat nasionalisme dalam membangun bangsa kearah yang lebih baik adalah; Pertama, sadar tentang arti pentingnya sebuah pendidikan bagi kemajauan bangsa. Selama ini dunia pendidikan kita masih ruwet. Artinya, pendidikan nasional masih berkutat dalam dunia manajemen belum menyentuh esensi dari pendidikan itu sendiri.
Menurut Plato (247-347 SM), pendidikan adalah tugas suci (the holy of mission) dan panggilan yang harus diselenggarakan dengan baik oleh negara. Maka, untuk menuju kemajuan bangsa, pendidikan merupakan bagian integral yang patut di utamakan. Artinya, pendidikan harus bebas dari komersialisasi, karena hasil dari pendidikan akan kembali kepada negara. Kita dapat melihat contoh nyata dari China, Jepang dan Malaysia, tiga negara inilah yang sangat memperhatikan pendidikan. Dewasa ini ketiga negara ini telah menjadi kekuatan besar dan disegani. Padahal kalau kita menengok sejarah, negara kita dengan Malaysia, lebih dahulu merdeka bangsa kita. perbedaannya Malaysia sadar betul akan manfaat pendidikan bagi kemajuan suatu negara.
            Kedua, pembangunan perekonomian secara terpadu. Keberhasilan ekonomi merupakan sarat urgen dalam menuju suatu Negara maju. Sampai saat ini, perekonomian dalam negeri masih morat-marit. Kemiskinan dan tindak kriminal yang masih menghiasi kehidupan bangsa ini adalah problem akut yang harus di selesaikan. Utang luar negeri yang terus melilit juga merupakan kendala untuk mencapi negara Maju. Untuk itu, pemerintah harus semaksimal mungkin mengangkat perekonomian negeri secara pogresif dan terpadu.
            Ketiga, membangun nalar positif para elite-birokrat kita. Akar dari adanya penjajahan global, semisal nalar korupsi dan demoralisasi para wakil rakyat, menuntut adanya langkah kongrit, sebuah revolusi intern dari badan pemerintah itu sendiri. Artinya ditengah problem bangsa yang masih melilit, nalar koruptif merupakan strata utma atas kolonialisme bangsa. Maka, pada momentum kemerdekaan ini membangun nalar positif para birokrat kita tidak dapat di nafikan, jika memang bangsa ini ingin keluar dari belenggu KKN dan penjajahan global.
            Keempat, pemanfaatan sumber daya alam secara baik. Sebenarnya negara kita adalah negara yang kaya, dan bangsa yang cerdas. Tetapi sayang, kelebihan itu tidak diketahui oleh bangsa ini. Sehingga eksploitasi sumber daya alam yang tidak kenal lelah oleh negara-negara maju terus menggerus kekayaan negeri. Anehnya lagi, kekayaan itu hanya beberapa persen yang masuk kantong devisa negara dan selebihnya melayang entah kemana.
            Keempat langkah kongkrit diatas, sangat urgen untuk segera di realisasikan oleh pemerintah dalam menuju negara maju. Meskipun 56 tahun kita merdeka, jika hanya bernostalgia saja, tanpa adanya geliat perubahan yang mendarah-darah, mustahil negara dan bangsa ini dapat keluar dari kolonialisme atau penjajahan yang bersifat global seperti sekarang ini.
 Penulis adalah
Peneliti The Hasyim Institute Yogyakarta

Subscribe your email address now to get the latest articles from us

 
Copyright © 2015. Taufiqurrahman SN.
Design by The Begundal.