Kiai Sahal, Fiqih Sosial Dan Pemberdayaan Masyarakat

Oleh: Taufiqurrahman SN
kamis 17 Desember 2009, merupakan hari ulang tahun  KH MA Sahal Mahfudz yang ke-72. Beliau lahir pada 17 Desember 1937 di desa Kajen margoyoso Pati jawa tengah. Desa Kajen dikenal sebagai “desa santri”, karena di desa ini bertebaran  pondok pesantren dan ribuan santri. Semua itu lahir berkat jejak seorang ulama’ besar, KH Ahmad Mutamakkin, yang  (hidup) pada abad ke-18. Mbah Mutamakkin, panggilan akrab KH Ahmad Mutamakkin, inilah yang menjadi ‘cikal bakal’ tanah Kajen. Lambat laun, dari rahim kajen atas didikan mbah mutamakkin kemudian melahirkan para ulama’ yang  mendirikan pesantren diberbagai daerah di Semenanjung Muria. Salah satu keturunan beliau adalah KH. Sahal mahfudz. Pemikiran kritis-transformatif Kiai Sahal tak lepas dari jejak perjuangan sosok Mbah Mutamakkin. Artefak perjuangannya pun masih menancap dalam berbagai peninggalan berupa masjid besar dan ratusan pesantren bahkan ribuan santri.  

Sebagai seseorang yang lahir dan  berkembang dari kalangan santri dan pesantren, kiai sahal tidak lagi diragukan keilmuannya terutama dalam bidang ilmu fiqh. Pengembaraan beliau diberbagai macam peradaban pesantren di indonesia secar tidak langsung akan membentuk karakter kepribadian dan visi pemikiran yang terus digelorakan beliau. Kelebihan beliau yang tidak dimiliki orang lain adalah beliau mampu mensemaikan fiqh dengan pemikiran kritis kontemporer, sehingga gagasan pemikiran fiqhnya begitu tidak terlalu fulgar bahkan lebih menuju pada fiqh sosial. Artinya, fiqih tidak hannya menjadi ilmu akhirat yang menafikan kehidupan. Tetapi beliau meracik dan mengapliksaikan  dalam bentuk pemberdayaan manusia.   

Memang, peradaban fiqh, menurut Nirwan Syafrin (2005), merupakan salah satu produk par excellence yang pernah dihasilkan peradaban Islam; ia bukan hasil adopsi apalagi jiplakan dari Hukum Romawi (Roman Law) seperti dikatakan sebagian orientalis, tetapi murni kreativitas intelektual Muslim yang sepenuhnya berakar pada pijakan al-Quran dan Sunnah Rasulullah. Tidak salah kalau para peneliti Islam banyak berkesimpulan bahwa tidak mungkin mengetahui Islam dengan baik tanpa pengetahuan komprehensif tentang fiqh. Begitu kuatnya pengaruh fiqh, sehingga tidak salah kalau Islam diidentikkan dengan “peradaban fiqh”, sama dengan Yunani yang diidentikkan dengan “peradaban filsafat”.   

Fiqih sosial
Kiai Sahal Mahfudz mampu menjalankan doktrin peradaban fiqh sebagai kata kunci  dalam program pemberdayaan masyarakat di sekitar pesantrennya. Dasar-dasar fiqh dan kiat sukses Kiai Sahal itu dapat dibaca dalam berbagai karya beliau, diantaranya Nusansa Fiqh Sosial, Wajah Baru Fiqh Pesantren, Telaah Fiqh Sosial, Pesantren Mencari Makna, Dialog Dengan Kiai Sahal, dan sebagainya. Dasar-dasar pemikiran beliau tidak hanya termaktub dalam buku-buku tersebut, tetapi telah dikaji secara serius oleh berbagai akademisi baik yang ada di S1, S2, bahkan S3.  Dalam buku-buku tersebut kita bisa menjelajah ihwal konsep dasar fiqih social Kiai Sahal dalam memberdayakan masyarakat. Disinilah, Kiai Sahal menjadikan term fiqh social sebagai jembatan mempertemukan teks fiqh yang normatif dengan berbagai problem sosial yang kontemporer.

Walaupun beliau hidup di pelosok desa kecil, semisal Kajen, Kiai Sahal justru seperti mendapatakan tantangan  riil di tengah masyarakat. Tantangan itulah menjadikan Kiai Sahal untuk menelusuri dan mencari jembatan peradaban fiqh agar mampu menjawab problematika kehidupan masyarakat  secara progresif dan transformatif. Bagi Kiai Sahal, fiqh social lebih menitik-beratkan pada aspek kemaslahatan public (masholihu al-ummah). Dimana ada maslahah, disanalah fiqh social dikumandangkan. Dalam menentukan kemaslahatan, ada lima pijakan primer (al-dhoruriyat al-khomsah), yakni menjaga agama (hifzu al-din), menjaga akal/rasio (hifzu al-aql), menjaga jiwa (hifzu al-nafs), menjaga harta (hifzu al-maal), dan menjaga keturunan (hifzu al-nasl). Bahkan oleh beliau ditambahi dengan menjaga lingkungan (hifzu al-biah).    

Pemberdayaan masyarakat
Gagasan Kiai Sahal dalam melihat kondosi sosial yang jauh dari realisasi peradaban fiqh, menimbulkan tantangan besar dalam mengkontektualisikan isi dari teks fiqh itu sendiri. Dari sini kemudian muncul usaha-usaha beliau dalam memperdayakan masyarakat lewat peradaban fiqh tersebut. Pertama, Dalam zakat, misalnya, Kiai Sahal bukan sekedar menganjurkan zakat sebagai tanggungjawab agama. Tetapi disana ada spirit pemberdayaan bagi fakir miskin yang sedang menangis merasakan kesusahan hidup dipinggir-pinggir jalan raya. Unutk itu, Zakat menurut kiai sahal menjadi ‘jalan strategis’ agar kaum miskin diberbagai pelosok desa dapat bangkit dan bahkan menjadi penopang utama perekonomian nasional. Melihat peluang inilah, Kiai Sahal kemudian mendirikan BPPM (Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat. Kemudian dari BPPM inilah Kiai  Sahal membentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang dipertemukan dengan pemerintah dan lembaga swasta. Selain itu dalam bidang peningkatan kesehatan kiai sahal membangun sebuah rumah sakit Islam dan BPR Artha Huda Abadi yang melayani simpan pinjam masyarakat kecil. Program-program seperti inilah yang dianggap Kiai Sahal sebagai realisasi fiqh social ditengah kondisi riil masyarakat. 

Kedua, Fiqh social juga tercermin dalam komitmen Kiai Sahal dalam pelestarian lingkungan. Beliau menggagas fiqh al-biah (fiqh lingkungan) yang kemudian memberikan spirit pesantren untuk mengkampanyekan penyelamatan bumi dan lingkungan. Selama ini, teks fiqh belum dibenturkan dengan berbagai problem social lingkungan, seperti tsunami, banjir, luapan Lumpur, gempa bumi, dan yang sedang hangat  pemasanan global (global warming). Isu-isu sensitive ini, bagi Kiai Sahal, harus segera mendapatkan sebuah strategis dalam fiqh sosial, sehingga agamawan tidak kikuk dalamt menjawab krisis lingkungan yang terus menghantui masyarakat.

Dari dua gagasan kiai sahal tersebut yang kemudia dilanjutkan dengan political will mampu menjadi lampu penerang didalam lorong gelap kehidupan. Sehingga sampai sekarang, kunci sukses Kiai Sahal telah menjadi teladan dan percontohan pesantren di Indonesia dalam mencipta kemaslahatan umat (mashalihul al-ummah)dengan dasar-dasar fiqh social yang progresif dan transformatif. 

 Penulis adalah Wartawan Arena UIN Sunan Kalijaga

Subscribe your email address now to get the latest articles from us

 
Copyright © 2015. Taufiqurrahman SN.
Design by The Begundal.