Imam Al-Ghozali yang mempunyai nama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i, pernah mengajukan dua pertanyaan kepada muridnya.
"Apakah yang paling dekat dengan diri kita?"
Beragam jawaban datang dari para muridnya. Murid pertama menjawab,”Orangtua kita.” Murid kedua menjawab,”Guru kita.” Murid ketiga menjawab,”teman dekat kita.” Murid keempat menjawab,”Kerabat kita.”
Imam Al-Ghazali menanggapi jawaban-jawaban itu dengan bijaksana,”Semua jawaban-jawaban kalian benar. Tetapi, yang kumaksud bukan itu. Sesuatu yang paling dekat dengan kita ialah kematian.”
Saking dekatnya, kematian seringkali menghampiri seseorang dengan tiba-tiba dan tak terduga, kapan saja dan dimana saja. Kematian lebih dekat daripada urat nadi kita sendiri. Kedatangannya tidak bisa ditunda. Kita tidak bisa berlari menjauh darinya, dan jika ia sudah mendekap, kita tidak bisa melepaskan diri darinya. Allah telah berjanji, setiap yang bernyawa pasti akan mati (Ali Imran :185).
kemudia Imam Al-Ghazali kembali bertanya,”Apa yang paling jauh dari kita?”
Murid pertama menjawab,”Yang paling jauh dari kita adalah negeri Cina.” Murid kedua menjawab,”Bulan.” Murid ketiga menjawab,”Matahari.” Murid keempat menjawab,”Bintang-bintang.”
Imam Al Ghazali mendengarkan semua jawaban tersebut. Sambil mengangguk-angguk, beliau bertutur,”Semua jawaban kalian benar. Tetapi, menurutku, yang paling jauh dalam hidup kita adalah waktu yang telah berlalu. Bagaimana pun kita dan apa pun kendaraan kita, kita tidak dapat mengejar dan kembali bertemu dengan waktu yang telah berlalu.”