Oleh Taufiqurrahman SN
Hari kebangkitan bangsa yang jatuh pada tanggal 20 mei 2010 ini, merupakan momentum penting dan bersejarah. Momen ini terlau sayang jika dilewatkan begitu saja oleh bangsa yang dihimpit krisis multidimensi ini. Untuk itu, dalam momemtum kali ini sangat tepat bagi segenap elemen bangsa untuk merefleksi kembali spirit makna kebangkitan Nasional, sehingga hakikat serta semangat kebangkitan nasional tetap tertancap kuat dalam hati sanubari setiap individu bangsa ini.
Semangat kebangkitan saat ini mengalami lampu merah (baca: memperhatinkan). Pasalnya, semangat kebangkitan nasional hanya menjadi ritual belaka, yang setiap tahunnya diperingati. tetapi makna dan pesannya sering dianggap ‘angin berlalu’ oleh bangsa ini. Inilah problem mendasar bangsa ini agar segera dipulihkan kembali lewat hari kebangkitan nasional tahun ini.
Kebangkitan Nasional, yang dipelopori oleh Boedi Oetomo, sejatinya mengajak segenap elemen bangsa untuk kembali mereflekasikan (muhasabah) pada diri sendiri. Artinya, potensi dan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh bangsa ini dijadikan "kendaraan" untuk terlepas dari segala bentuk penindasan, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, serta penistaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang dilakukan oleh para penjajah.
Bangsa ini sebenarnya telah lama terlelap dalam tidur panjang yang disertai dengan mimpi buruk tentang kemanusiaan, keagamaan dan kebebasan oleh para penjajahan. Hal inilah yang menggerakkan Boedi Oetomo untuk menyadarkan bangsa ini dari tidur panjang agar bangkit dan melawan segala bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan, sehingga bangsa ini dapat terbebas dari segala bentuk penjajahan di segala sendi kehidupan.
Ikhtiar agung Boedi Oetomo dalam membawa bangsa kearah pencerahan tidaklah mulus, butuh waktu cukup lama dan pengorbanan yang tidak main-main. Gerakan Boedi Oetomo ini adalah terobosan emas untuk keluar dari segenap kesusahan. Dan akhirnya 37 tahun kemudian pengorbanan boedi Oetomo mendapatkan buahnya. Yaitu bangsa ini bersatu dalam persartuan dan kesatuan Negara Republik Indonesai (NKRI), menyatakan untuk merdeka pada tangga 17 Agustus 1945. Kebangkitan inilah yang penting untuk dihadirkan pada saat ini. bagaimana penjajahan tegnolgi dan kapitalisme telah menerobos pagar nasionalisme bangsa. Banyaknya kasus-kasus nasional belakangan ini, seperti kasus Bank Century, mafia hukum, mafia peradilan, terorisme, bencana alam dan penyakit laten korupsi adalah bukti bahwa jiwa nasionalisme bangsa ini telah terinfeksi. Sehingga jiwa kebangkitan dan kesatuan untuk membangun negara semakin pudar.
Nasionalisme
Untuk itu, mulai sekarang kita bangun kembali jiwa nasionalisme, karena jiwa nasionalisme adalah elemen vital dalam meneguhkan ke-Indonesia-an. Apa yang membuat bangsa ini dapat keluar dari belenggu kolonialaisme? Salah satu jawabannya adalah kentalnya kesadaran jiwa nasionalisme yang tertancap kuat di hati bangsa Indonesia. Sebab, negara kita ini adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, etnis, agama atau dikenal degan negara plural dan multikultural. Sehingga jika salah satu aspek ini telah merasa termarginalkan, maka akan ada sebuah perlawanan untuk keluar dari NKRI dan itu telah dilakukan Timor-Timor.
Semangat nasionalisme yang telah dibangun faunding fathers kita dengan penuh perjuangan ini, menemukan jalan terang sejak dilangsungkannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Ketika itu, komponen anak muda sebagai garda depan penggagas semangat nasionalisme bersatu mengukuhkan satu tekad persatuan Indonesia, yang kita kenal dengan satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air , Indonesia.
Tiga konsep diatas adalah benih kekuatan bangsa dalam mewujudkan jiwa nasionalisme. Jangan sampai benih itu kita bunuh dengan dengan kepentingan-kepentingan individual. Sebab sejak dahulu filsuf Thomas Hobbes telah wanti-wanti bahwa faktor dominan terjadinya perang (baca: konflik) adalah adanya kepentinga-kepentingan individu bukan kepentingan umum. Dari sini jelas bahwa pada akhirnya kepentingan pribadi akan melahirkan kesenjangan sosial dan konsep yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Dalam hal ini, pemerintah sebagai kiblat bangsa harus dapat mengayomi dan memperlakukan rakyat secara adil. Keadilan adalah kunci dari semangat nasionalisme bangsa. Jika keadilan sudah tidak diutamakan maka intregitas bangsa akan luntur.
Reformasi
Kebangkitan bangsa tak lepas dari sejarah reformasi bangsa ini. Reformasi yang berakhir dengan tumbangnya rezim Orde Baru adalah wujud dari kebangkitan bangsa menolak segala bentuk penindasan, otoriterialisme, keserakahan dan ketidakadilan. Hal ini serupa ketika bangsa Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Betapa kuatnya semangat nasionalisme bangsa telah meluluh lantahkan kedzaliman umat manusia.
Spirit reformasi yang telah dibangun pada Orde Baru itu jangan dianggap sebagai puncak dari perjuangan merebut hak bangsa Indonesia. Sebab, Rektor Universitas Paramadina Anies Rasyid Baswedan berpedapat, bahwa reformasi harus dituntaskan karena banyak yang belum tersentuh, bahkan ada yang sama sekali belum tersentuh. Reformasi politik baru pada fase pembebasan berpolitik yang pada era Soeharto dibatasi. Seharusnya fase kedua adalah membuat partai politik dan sistem politik bekerja menyejahterakan rakyat. Reformasi birokrasi belum tersentuh. Benih benih birokrasi soeharto yang terkenal dengan KKN-nya sampai saat ini masih tumbuh subur dikalangan elite-bangsa ini. Jadi reformasi tahun 1998 secara implisit belum terlaksana. Inilah PR Presiden dalam menuntaskan reformasi perlu digalakkan.
Dalam memperingati hari kebangkitan bangsa dan hari reformasi tanggal 21 mei, merupakan wujud kita cinta kepada negara ini. Jangan sampai peringatan ini kita anggap sebagai suatu peringatan yang setiap tahunnya deperingati. Tetapi, peringatan kali ini adalah awal konsukuensi kita dalam meneguhkan jiwa nasionalisme menuju kebangkitan nasional.
Penulis adalah peneliti pada The Hasyim Asy'ari Institute Yogyakarta