Oleh Taufiqurrahman SN
PADA dasarnya Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara semua ciptaan-Nya, baik dalam segi fisik maupun psikologi. Hal ini merupakan nikmat yang tak terkira harganya, yang dirahmatkan Tuhan kepada setiap manusia, sebagai bekal untuk menaungi luasnya samudra kehidupan dan sebagai alat dalam menaklukkan tantangan dan rinatangan dalam hidup. Diharapkan dengan kesempurnaan itu manusia bisa saling berinteraksi dan interelasi, baik secara individu maupun berkelompok, untuk membangun kehidupan yang terpadu, harmonis, dan dinamis.
Kehidupan harmonis tercipta bukan hanya dengan sendirinya, namun tercipta dengan semangat berkehidupan yang seimbang. Keseimbangan tersebut merupakan bukti bahwa kesadaran individu sangat dibutuhkan serta sikap persaudaraan yang kental adalah kunci dari keharmonisan berkehidupan. Kekurangan dan kelebihan di dunia ini, adalah sifat keadilan dari sang Maha Kuasa, sehingga tercipta pargerakan kehidupan antara yang kurang akan ditopang yang lebih. Sebab perlu diingat didunia ini tidak ada yang sempurna. Pasti setiap benda maupun makhluk dihidup memiliki kelebihan dan kekurang. Sebagai gambaran bahwa orang besar pasti masih membutuhkan orang kecil dan sebaliknya.
Kekurangan itu kadang datang secara tiba-tiba dan memang kadang merupakan ‘harga’ yang tak bisa ditawar. Padahal kenyataan itu pahit, tetapi memang harus disyukuri. Itulah nasib mereka yang terlahir dengan keadaan cacat (diffabel) baik cacat fisik maupun mental. Namun kenyataan itu yang harus diterima. Lantas salah besar jika mereka tidak mendapatkan hak mereka seperti manusia normal, dalam tanda kutip setiap manusia yang baru lahir secara hukum telah mempunyai hak secar kodrati.
Istilah penyandang cacat sebenarnya hanya merupakan sebutan yang dihasilkan oleh proses bias berpikir manusia itu sendiri. Hal inilah yang kemudian merupakan sumber terjadinya proses diskriminasi terhadap kaum diffabel. Anehnya, Proses diskriminasi tersebut terjadi di segala aspek kehidupan dan penghidupan, misalnya di bidang peribadatan, pendidikan, pekerjaan, peran politik, perlindungan hukum, informasi dan komunikasi, aksesibilitas dalam menggunakan fasilitas umum, layanan sosial dan kesehatan serta pengembangan kereatifitas. Hal tersebut mengakibatkan munculnya berbagai kesulitan bagi kaum diffabel dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.
Disinilah peran pemerintah sangat dibutuhkan, sebagai ‘pengayom bangsa’ pemerintah seharusnya memberikan perhatian khusus bagi kaum diffabel. Artinya tindakan nyata pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sangat dinantikan. Pasalnya mereka juga manusia yang punya martabat, hak kewajiban, dan derajat yang sama.
Aksesibilitas
Sarana dan prasarana Negara yang belum mampu menjembatani kehidupan kaum diffabel secara layak merupakan PR dan kritik sosial pemerintah dalam pembahasan kesejahteraan bangsa. Sebab kaum diffabel adalah warga Negara kita sendiri yang mempunyai hak yang sama (equal rights) dengan warga Negara lain, baik dalam pendidikan, politik, ekonomi, dan budaya. Namun, dalam realitas empririk, kaum diffabel sering mendapatkan perlakukan yang tak manusiawi. Di berbagai lembaga pendidikan saja, fasilitas untuk kaum diffabel masih sangat minim. Tangga khusus, toilet khusus, dan infrastreuktur lain di kampus tak tersedia, apakah ini tidak tindakan deskriminasi pemerintah pada mereka?.
Potret buram nasib para diffable tersebut menunjukkan bahwa diskriminasi sosial dan ketidakramahan sosial masih berlangsung massif dalam masyarakat. Para diffabel tidak lagi dianggap sebagai bagian dari dimensi kemanusiaan. Padahal, pemerintah telah mengeluarkan landasan hukum tentang kesejahteraan penyandang cacat dan penyediaan aksesibilitas di Indonesia yaitu UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah RI No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, dan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan.
Landasan hukum tersebut berarti pemerintah harus memberikan kesamaan dan kesempatan (equal opportunity) bagi para penyandang cacat (diffable) untuk bisa berpartisipasi penuh dalam aktivitas sosial, politik, dan kebudayaan. Sangatlah adil kehidupan tersebut. Dan sungguh harmonis rasanya bila semua manusia sudah sadar bahwa kita hidup bukan sendiri tetapi bersama.
Jadi jelas di sini bahwa penyediaan aksesibilitas infrastruktur sudah merupakan kebutuhan primer untuk semua, terutama bagi orang yang disebut penyandang cacat (diffable) baik itu disebabkan sejak lahir, oleh penyakit maupun akibat kecelakaan. dan orang lanjut usia yang tingkat mobilitasnya lemah.
momentum
Dalam memperingati Hari Penyandang Cacat, 3 Desember 2009 kali ini, marilah kita renungi dan kita pikirkan apa kekurangan dalam diri kita, di Negara kita tercinta ini. Dengan melihat komunitas penduduk diffabel yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun, merupakan tugas pemerintah dan seluruh elemen bangsa untuk meningkatkan kembali kesejahteraan sosial bagi para kaum diffabel.
Selain itu, kepedulian para aktivis sosial yang bergerak dibidang pemberdaaan kaum diffabel, harus bersungguh-sungguh memeperjuangkan nasib mereka, sehingga beban pemerintah tidak terlau berat. Dalam ihwal ini Boutros-Boutros Ghali ketika masih menjabat Sekretaris Jendral PBB mengingatkan bahwa dasar untuk membuat kaum diffabel bisa mandiri dan berpartisipasi penuh dalam kehidupan sosial-masyarakat adalah akses yang setara kepada seluruh pelayanan publik, termasuk semua tingkat pelayanan kesehatan, semua tingkatan pendidikan, program umum pelatihan keterampilan dan penempatannya, struktur kerja dalam masyarakat, serta ukuran-ukuran keamanan sosial dan pelayanan sosial, termasuk pelayanan rehabilitasi di lingkungannya sendiri di dalam masyarakat.
Akhirnya, demi pemenuhan hak-hak kaum diffabel yang selama ini terpasung, dibutuhkan peran intens pemerintah dalam memberikan aksesbilitas infrastruktur memadai untuk meringankan beban hidup mereka.
Penulis adalah Pengamat Sosial Pada Lembaga Kajian Hasyim Asy`Ari Yogyakarta